Beranda | Artikel
Mengasah Keterampilan Berdialog
Kamis, 11 Januari 2024

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Mengasah Keterampilan Berdialog merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Ada Apa dengan Remaja. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 27 Jumadal Akhir 1445 H / 09 Januari 2024 M.

Kajian Tentang Mengasah Keterampilan Berdialog

Terutama ketika menjadi orang tua, kita perlu berdialog dengan anak-anak, terutama anak remaja. Dia sebentar lagi akan menjadi manusia dewasa, akalnya pun sudah semakin matang dan sempurna. Jadi, tidak bisa hanya dengan percakapan satu arah, tapi kita perlu berdialog dengan anak-anak remaja.

Untuk mengasah keterampilan berdialog dengan anak remaja, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan, di antaranya adalah:

Pertama, selalu ingat bahwa celaan di tengah dialog akan membuat pihak lain seolah menjadi tertuduh dan terintimidasi. Akibatnya, dia terdorong untuk meninggalkan dialog atau melakukan perlawanan. Kemudian, kita pun bereaksi dengan tuduhan dia melawan, sehingga buntu percakapan dialog itu. Kadang-kadang, kita yang memulai perlawanan dengan melontarkan celaan atau kata-kata merendahkan. Ini perlu dihindari, karena seorang mukmin tidak suka mencela. Kewajiban kita adalah menutupi dan memperbaiki kekurangan manusia, bukan mencela.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلاَ اللَّعَّانِ وَلاَ الْفَاحِشِ وَلاَ الْبَذِيءِ

“Seorang Mukmin bukanlah seorang yang suka mencela, suka melaknat, berkata keji dan berkata kotor.” (HR. Tirmidzi, Ahmad dan yang lainnya.)

Lihat juga: Menghindari Celaan dan Cacian kepada Anak

Hindari kata-kata celaan atau yang merendahkan lawan bicara, walaupun dia adalah anak remaja kita.

Sebagai orang tua, kita mungkin merasa ada di atas angin dan cenderung mengintimidasi lawan bicara yang merupakan anak kita. Siapapun tidak suka terintimidasi, maka berikanlah ruang dan jangan dipersempit dengan celaan. Hindari sifat suka mencela, karena secara umum itu tidak baik. Celaan-celaan di sela-sela dialog dapat mengakhiri dialog atau merusaknya. Oleh karena itu, jangan dilakukan celaan atau kata-kata yang merendahkan atau menghinakan dalam dialog.

Kedua, “eye contact” maksudnya adalah menghadapi lawan bicara dengan menatapnya. Jadi, tidak melengos dengan bicara menghadap dinding, atau menghadap ke arah yang lain. Sehingga, kadang-kadang pesan itu tidak tersampaikan dengan baik. Oleh karena itu, di dalam khutbah Jumat, makmum tidak menghadap dinding atau menghadap ke arah yang lain. Mereka menghadap ke imam yang sedang berkhutbah dan menatapnya, sehingga lebih mudah memahami apa yang dikatakannya.

Ketika berdialog, perlu saling menatap untuk menunjukkan keseriusan dalam pembicaraan dan keinginan menyampaikan sesuatu yang harus dipahami. Jika kita bicara sambil menghadap ke arah yang lain, itu bisa membuat dialog menjadi seperti semi monolog.

Metode ini sesuatu yang dilakukan oleh Nabi. Nabi selalu menghadap lawan bicara sebagai etika dan adab berbicara. Ini perlu diterapkan juga ketika berdialog dengan anak-anak. Ini akan lebih membangun chemistry antara orang tua dan anak. Anak akan merasakan kesungguhan dan keseriusan kita dalam menyampaikan nasihat. Sehingga anak dapat merasakan kepedulian kita.

Ketiga, sampaikan ungkapan-ungkapan yang lembut ketika berdialog. Karena Nabi juga mengatakan:

ما كان الرِّفْقُ في شيءٍ إلَّا زانَه

“Tidaklah ada kelembutan pada perkara apapun melainkan akan membuatnya bertambah baik/indah/bagus.” (HR. Muslim)

Jadi, perlu ungkapan-ungkapan yang lembut dan akrab untuk dia dengar. Termasuk juga tentang intonasi. Ketika berbicara, ada kata, volume suara, dan intonasi yang perlu diatur. Kita harus mengatur intonasi bicara sehingga dapat menyampaikan kelembutan kepada lawan bicara. Nasihat yang disampaikan dengan lembut cenderung lebih mudah diterima.

Para ulama mengatakan: “Sesungguhnya kebenaran itu berat. Maka, jangan diperberat dengan cara yang salah ketika menyampaikannya.” Ketika kita menyampaikan kebenaran dengan cara yang kasar, maka itu semakin memperberat orang untuk menerima kebenaran.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:

 إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا

“Sesungguhnya Kami akan menyampaikan kepadamu (wahai Muhammad) kata-kata yang berat (kebenaran).” (QS. Al-Qiyamah[75]: 5)

Kebenaran itu berat untuk diterima. Tidak semua orang menerima kebenaran, walaupun kepala mereka angguk-angguk. Namun, belum tentu mereka mau menerimanya.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/53797-mengasah-keterampilan-berdialog/